Jumat, September 04, 2009

Novena

Apakah itu Novena oleh: Romo William P. Saunders *

Singkatnya, novena adalah doa pribadi atau doa bersama selama sembilan hari berturut-turut yang dipanjatkan guna mendapatkan suatu rahmat khusus, memohon suatu karunia khusus atau menyampaikan suatu permohonan khusus. Novena berasal dari kata Latin “novem” yang artinya “sembilan”. Seperti tampak dalam definisi di atas, novena selalu menyiratkan adanya kepentingan yang mendesak.


Dalam liturgi Gereja, novena dibedakan dari oktaf, yang sifatnya lebih pada perayaan, entah sebelum atau sesudah suatu pesta penting. Misalnya, dalam penanggalan liturgi Gereja, kita merayakan Oktaf sebelum Natal, di mana pendarasan antifon “O” membantu kita mempersiapan diri menyambut kelahiran Juruselamat kita. Kita juga merayakan Oktaf Natal dan Paskah, yang meliputi hari pesta itu sendiri dan tujuh hari sesudahnya, guna menekankan sukacita misteri-misteri yang dirayakan.


Sulit ditentukan dengan tepat, asal mula novena sebagai bagian dari harta rohani Gereja. Perjanjian Lama tidak mencatat adanya perayaan selama sembilan hari di kalangan bangsa Yahudi. Sebaliknya, dalam Perjanjian Baru, pada peristiwa Kenaikan Tuhan Yesus, Tuhan memberikan Perutusan Agung kepada para rasul, dan kemudian menyuruh mereka untuk kembali ke Yerusalem dan menunggu datangnya Roh Kudus. Dalam Kisah Para Rasul dicatat,
“Maka kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit Zaitun, yang hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem. Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama” (Kis 1:12, 14). Sembilan hari sesudahnya, Roh Kudus turun atas para rasul pada hari Pentakosta. Kemungkinan, “periode doa sembilan hari” yang dilakukan oleh para rasul inilah yang menjadi dasar dari doa novena.


Jauh sebelum kekristenan, bangsa Romawi kuno juga mempraktekkan doa selama sembilan hari demi berbagai macam kepentingan. Penulis Livy mencatat bagaimana doa sembilan hari itu dirayakan di Gunung Alban guna menolak bala atau murka para dewa seperti yang diramalkan oleh para tukang tenung. Begitu pula, doa sembilan hari dipersembahkan apabila suatu “hal baik” diramalkan akan terjadi. Keluarga-keluarga juga menyelenggarakan masa duka selama sembilan hari atas kematian orang yang dikasihi dengan suatu perayaan khusus sesudah pemakaman yang dilakukan pada hari kesembilan. Pula, bangsa Romawi merayakan parentalia novendialia, suatu novena tahunan (13-22 Februari) guna mengenangkan segenap anggota keluarga yang telah meninggal dunia. Karena novena telah merupakan bagian dari budaya Romawi, ada kemungkinan umat Kristiani “membaptis” praktek kafir ini.


Apapun yang mungkin merupakan asal mula novena, di kalangan umat Kristiani perdana memang sungguh ada masa berkabung selama sembilan hari atas meninggalnya seseorang yang dikasihi. Maka, pada akhirnya, dipersembahkanlah suatu Misa novena bagi kedamaian kekal jiwa. Hingga sekarang, terdapat praktek novendialia atau Novena Paus, yang dilaksanakan apabila Bapa Suci berpulang, seperti yang kita saksikan saat wafatnya Paus Yohanes Paulus II yang terkasih.


Pada Abad Pertengahan, terutama di Spanyol dan Perancis, doa novena biasa dipanjatkan sembilan hari menjelang Natal, melambangkan sembilan bulan yang dilewatkan Tuhan kita dalam rahim Santa Perawan Maria. Doa novena khusus ini membantu umat beriman mempersiapkan diri merayakan dengan khidmad kelahiran Tuhan kita. Lama-kelamaan berbagai macam novena disusun guna membantu umat beriman mempersiapkan diri menyambut suatu pesta istimewa atau guna memohon pertolongan seorang kudus dalam suatu masalah tertentu. Beberapa novena populer yang secara luas biasa didaraskan di Gereja kita adalah Novena Medali Wasiat, Novena Hati Kudus Yesus, Novena Roh Kudus, Novena St Yosef, Novena
St Yudas Tadeus, dan lain sebagainya.


Cukup sulit mengatakan mengapa kita tidak mendaraskan novena dalam ibadat bersama sesering sebelum Konsili Vatikan II. Saya pernah menanyakan hal ini kepada seorang imam senior, yang pada intinya mengatakan bahwa cukup banyak orang yang ikut ambil bagian dalam doa novena, tetapi melewatkan Misa Kudus. Padahal, sebagai umat Katolik, fokus terutama dalam spiritualitas dan sembah sujud bersama adalah Ekaristi dan Misa Kudus.


Juga, sebagian orang saya pikir telah menyelewengkan novena dengan takhayul. Di setiap paroki di mana saya pernah ditugaskan, selalu saja saya menemukan salinan Novena St Yudas Tadeus yang pada dasarnya menyatakan bahwa jika orang pergi ke Gereja selama sembilan hari berturut-turut dan meninggalkan salinan Novena St Yudas Tadeus, maka doanya akan dikabulkan - semacam surat berantai rohani; bagaikan mesin Katolik otomatis saja: seperti orang memasukkan uang ke dalam mesin penjual, lalu menekan tombol untuk mendapatkan cola yang diinginkannya; dalam hal ini orang mendaraskan doa-doa, pergi ke gereja, meninggalkan salinan doa, dan beranggapan bahwa dengan demikian doanya pastilah dikabulkan. Yang menyedihkan sekarang ini adalah orang bukan, setidak-tidaknya menyalin dengan tangan, melainkan sekedar memfotokopinya, dan yang terlebih parah, biasanya sayalah yang harus membereskan lembaran-lembaran doa ini yang ditinggalkan dan tercecer di seluruh ruang Gereja.


Walau demikian, novena masih mendapat tempat yang sah dan benar dalam spiritualitas Katolik. Dalam buku Pedoman
Indulgensi tertulis, “Indulgensi sebagian diberikan kepada umat beriman yang dengan tekun ikut ambil bagian dalam praktek saleh novena bersama yang diadakan sebelum perayaan Natal, atau Pentakosta, atau Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa.” Di sini, sekali lagi Gereja menekankan bahwa novena merupakan suatu praktek rohani yang saleh, yang memperteguh iman individu dan hendaknyalah individu sungguh tekun, dengan selalu mengingat kebajikan Tuhan yang senantiasa menjawab semua doa-doa kita menurut kehendak ilahi-Nya.




*
Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: What Is a Novena?” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2005 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
"diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”

Rabu, Mei 27, 2009

Yesus-kah yang disalibkan ?


Yesus-kah yang Disalibkan ?
Antara Film The Messiah, Injil dan Data Sejarah
oleh : P. F.X. Didik Bagiyowinardi, Pr

Memasuki Pekan Suci merupakan kesempatan berharga untuk merenungkan kasih Tuhan dalam hidup kita melalui rangkaian perayaan liturgi Trihari Paskah. Liturgi Gereja dan bacaan yang kita renungkan akan tetap sama. Namun, aneka konteks dalam hidup dan situasi dunia sekitar kita juga akan membantu kita memahami misteri Paskah Kristus dengan lebih baik dan variatif. Bila pada tahun 2003 pemahaman dan keyakinan iman kita akan Yesus Kristus seakan ditantang oleh Dan Brown yang menghembuskan dongeng The Da Vinci Code, pada tahun 2004 Mel Gibson membantu kita memahami sengsara Tuhan Yesus menjadi lebih gamblang melalui film The Passion. Dan dalam konteks dekat perayaan Paskah 2009 ini kita `disentil' oleh film The Messiah yang telah dirilis tahun lalu di Iran, kendati saat ini belum diputar di Indonesia. Aneka diskusi dan wacana di milis dan media online telah diangkat agar umat Katolik siap mental menghadapinya manakala film tersebut diputar di Indonesia. Berikut saya sajikan hasil studi dan refleksi sederhana saya mengenai kontroversi dalam film The Messiah ini dengan harapan bisa menjadi bacaan rohani selama pekan suci sehingga kita bisa semakin mensyukuri karya penebusan Kristus yang telah ditawarkan senantiasa kepada kita.


TANDA YANG MENIMBULKAN PERBANTAHAN

Sewaktu berumur 40 hari bayi Yesus dipersembahkan di Bait Allah, seorang benar yang sudah lanjut usia bernama Simeon, menyambut dan menatang-Nya. Kepada Bunda Maria, Simeon menyatakan nubuatnya tentang masa depan Anak itu, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan - dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri - supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang” (Luk 2:34-35). Dan nubuat Simeon ini terbukti, bukan hanya sewaktu Yesus masih hidup dan mengajarkan kasih, bukan hanya sewaktu Dia wafat di kayu salib dan bangkit kembali, bukan hanya setelah para pengikut-Nya menyebarkan kabar gembira ini, bukan hanya saat Gereja awali dikejar-kejar dan dianiaya oleh orang Yahudi dan penguasa Romawi, melainkan sampai hari ini! Yesus akan senantiasa menjadi tanda yang menimbulkan perbantahan agar menjadi nyata pikiran hati banyak orang.

Karena itu, bukanlah hal yang mengherankan bila karena nama Yesus, seorang Kristen mungkin saja akan dibenci dan dimusuhi oleh orang sekitarnya. Tetapi jauh-jauh hari Dia sudah mengajarkan, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku, kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu” (Mat 5:11-12). Bahkan kepada para murid-Nya, Dia juga sudah mengingatkan, “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku” (Yoh 16:2-3). Ya, Yesus akan senantiasa menjadi tanda yang menimbulkan perbantahan.

Salah satu perbantahan di dunia modern ini adalah mempertanyakan historisitas peristiwa Yesus dari Nazaret. Kita masih ingat bagaimana dongeng yang diciptakan oleh Dan Brown (2003) dalam The Da Vinci Code laris-manis, baik novel maupun filmya, termasuk di Indonesia. Dikisahkan bahwa Yesus yang disalibkan itu ternyata tidak sungguh mati. Dia hanyalah mati suri; argumen Dan Brown karena kaki Yesus tidak ikut dipatahkan sehingga bisa siuman lagi, lalu melarikan diri dengan Maria Magdalena dan keduanya pun menikah, punya keturunan dan mereka harus mengasingkan diri ke Perancis, dsb, dsb. Novel ini sebenarnya mempromosikan ajaran sesat Gnostisme (yang akan kita lihat sekilas pada bagian bawah) untuk manusia modern ini menjadi novel bestseller dan filmnya masuk box office. Fenomena ini membenarkan apa yang tertulis dalam 2 Timotius 4:3-4, “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”

Dan berita terakhir adalah dirilisnya film The Messiah di Iran (2008) yang mengisahkan hidup Yesus menurut versi Islam; sehingga di akhir cerita tentang penyaliban, disajikan dua versi; versi Kristen dan tentunya versi Islam, dimana bukan Yesus yang tergantung di kayu salib, melainkan Yudas Iskariotlah yang “diserupakan wajahnya seperti” Yesus dan mati di kayu salib. Sementara Yesus sendiri sebelum penyaliban itu telah lebih dulu diselamatkan oleh Allah. Kenapa? Alasannya adalah tidaklah adil bila Allah membiarkan nabi utusan-Nya yang saleh ini (Nabi Isa .A.S.) mati ternista di kayu salib. Kisah versi demikian tidak perlu mengherankan karena film The Messiah ini konon bersumber pada Quran dan Injil Barnabas.

Seperti halnya novel dan film The Da Vinci Code laris-manis di Indonesia, bisa dipastikan film The Messiah ini juga akan masuk box office begitu mulai diputar di Indonesia. Dan bila dibukukan, pasti bakal segera cetak ulang! Pertanyaan untuk kita sendiri, akankah sensasi-sensasi fiksi dalam novel dan film demikian akan menggoncangkan iman kita akan Yesus Kristus yang telah menumpahkan darah-Nya di kayu salib untuk menebus dosa kita (Ibr 9:14; 1 Ptr 1:19)? Kita masing-masing yang tahu jawabannya. Lebih dari itu, kita memang dituntut agar senantiasa berani mempertanggungjawabkan iman dan harapan kita akan Yesus Kristus (1 Ptr 3:15), termasuk kepada semua yang menggugat dan mempertanyakannya. Dan tulisan ini dimaksudkan sebagai upaya kecil untuk ikut mempertanggungjawabkan iman kita akan Yesus Kristus yang telah kita warisi bersama dari para rasul dan Gereja awali. Maka marilah kita juga mohon penerangan Roh Kudus agar kita juga dibimbing-Nya agar kita pun “mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran, di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala (Gereja)” (Ef 4:13-15).

Tulisan yang menarik ini dibagi dalam 3 bagian yang akan diulas di mailing list gsg_rumpi, bila anda ingin mengikuti lebih jauh isi tulisan beserta ulasannya , silahkan gabung di mailing list gsg_rumpi@yahoogroups.com.

Novena Roh Kudus

Novena Roh Kudus Di Gereja St. Gregorius mulai 22 Mei 2009 - 30 Mei 2009 Diadakan setiap hari pada jam 18.00

:: Mohon Maaf , informasi ini terlambat di umumkan ::

Sekilas mengenai Novena Roh Kudus

Novena Roh Kudus ini dilaksanakan selama sembilan hari, mulai pada hari sesudah kenaikan Yesus ke surga dan berakhir pada hari Sabtu menjelang Pentekosta. Dalam novena ini umat memuji Tuhan yang menjanjikan kedatangan Roh Kudus dan memohon rahmat-Nya agar siap menyambut kedatangan Roh Kudus. Novena ini juga dapat dilaksanakan dalam kesempatan lain.

Novena itu sendiri adalah doa pribadi atau doa bersama selama sembilan hari berturut-turut yang dipanjatkan guna mendapatkan suatu rahmat khusus, memohon suatu karunia khusus atau menyampaikan suatu permohonan khusus. Novena berasal dari kata Latin “novem” yang artinya “sembilan”. Seperti tampak dalam definisi di atas, novena selalu menyiratkan adanya kepentingan yang mendesak.

Senin, Mei 18, 2009

Update ! - Liturgi

Misa Kenaikan Isa Almasih akan diadakan pada :

Rabu , 20 Mei 2009 Jam 18.00 Wib
Kamis, 21 Mei 2009 Jam 08.00 Wib


Di Gereja Santo Gregorius

Selasa, Mei 12, 2009

Seputar Gereja

Sehubungan dengan Bulan Mei ini adalah Bulan Maria, maka kegiatan rosario di pasturan akan diadakan setiap hari sabtu dimulai pada jam 8.00 pagi lengkapnya jadwal liturgis yang ada di Gereja Santo Gregorius adalah :

Misa
Sabtu = jam 18.00 Wib
Minggu = jam 08.00 Wib

Jumat Pertama = jam 18.00 Wib

Rosario
( Bertempat di pasturan )

( Selain Bulan Rosario / Bulan Maria --> Bulan Mei dan Bulan Oktober )

Setiap Sabtu Pertama = jam 08.00 Wib

( Selama Bulan Rosario / Bulan Maria --> Bulan Mei dan Bulan Oktober )

Setiap Sabtu = jam 08.00 Wib

Jam Kerahiman

Beberapa pertanyaan seputar Jam Kerahiman

Sesuai dengan kehendak Tuhan Yesus, Jam Kerahiman seharusnya diadakan pada pkl. 15.00. Apakah ini jam kematian Yesus?

Tidak seorang pun tahu secara pasti kapan tepatnya Yesus wafat. Data yang tersedia dalam keempat kitab Injil pun agak kabur...

Dalam Injil Matius tertulis begini, ”Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring, ‘Eli, Eli, lema sabakhtani?’ Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata, ‘Ia memanggil Elia.’ Kemudian datanglah segera seorang dari mereka; ia mengambil spons, mencelupkannya ke dalam anggur asam lalu melilitkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum. Tetapi orang-orang lain berkata, ‘Jangan, baiklah kita lihat, apakah Elia datang untuk menyelamatkan Dia.’ Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya” (Mat 27:46-50). Jadi, menurut versi Matius ini, Yesus tidak wafat tepat pada pkl. 15.00, tetapi „kira-kira jam tiga”.

Dalam kisah versi Markus, kata „kira-kira” tidak muncul. Namun, kisahnya hampir sama dengan kisah Matius (>Mrk 15:34-37).

Lukas dalam Injilnya mencatat begini, ”Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas dan kegelapan meliputi seluruh bumi sampai jam tiga sebab matahari tidak bersinar. Tirai Bait Suci terkoyak menjadi dua. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring, ‘Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.’ Sesudah berkata demikian Ia menghembuskan napas terakhir-Nya” (Luk 23:45-46). Menurut Lukas, saat kematian Yesus didahului dengan terkoyaknya tirai Bait Suci.

Menurut kisah versi Yohanes, ”kira-kira jam dua belas” Yesus belum meninggalkan tempat Ia diadili oleh Pilatus. Namun, Yohanes pun mencatat bahwa sebelum wafat, Yesus sempat diberi minum anggur asam. ”Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia, ‘Sudah selesai.’ Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yoh 19:14,30). Tidak ada catatan jelas tentang saat dan waktu Yesus wafat. Namun, berdasarkan data yang disebut di atas, pkl. 15.00 dapat dengan tenang dipandang sebagai saat Yesus mengalami ajalNya lalu wafat.

Apa sabda Yesus kepada Santa Faustina sehubungan saat wafat-Nya itu?

Yesus berpesan sebagai berikut, ”Pada pukul tiga (petang) serukanlah kerahiman-Ku, khususnya bagi para pendosa, dan - biarpun sebentar saja - renungkanlah sengsara-Ku, teristimewa kesendirian-Ku, pada saat Aku menghadapi ajal. Inilah jam kerahiman-Ku yang besar bagi seluruh dunia. Aku akan mengizinkan engkau mengalami kesedihan-Ku yang mendalam. Pada jam itu tidak akan Kutolak apa pun yang diminta seseorang demi sengsara-Ku” (Buku Harian # 1320, selanjutnya BH).

Dalam BH # 1572 Faustina mencatat pesan Yesus berikut ini, ”Aku mengingatkan engkau, hai putri-Ku: setiap kali engkau mendengar jam membunyikan pukul tiga petang, benamkanlah dirimu seluruhnya dalam kerahiman-Ku sambil memuji dan memuliakan-Nya.”

Jika kedua pesan Yesus kepada St. Faustina dibaca dalam konteks tulisan keempat pengarang Injil tentang saat wafat-Nya, maka mudah disimpulkan bahwa bunyi jam di biara zaman dulu ditunjuk oleh Yesus sebagai tanda bagi Faustina untuk ”membenamkan diri dalam kerahiman-Nya”, lalu memulai Jam Kerahiman.

Cukup jelas bahwa pkl. 15.00 adalah tanda dimulainya Jam Kerahiman. Bolehkah Jam itu dimulai sebelum pkl. 15.00?

Tentu saja! Sangatlah tepat kalau jam itu didahului dengan semacam persiapan batin berupa menyadari kehadiran Tuhan, melepaskan diri secara rohani dari segala macam kesibukan dan keterikatan sehari-hari, hening sambil merendahkan diri di hadapan Tuhan dan memohon rahmat-Nya.

Namun, persiapan rohani semacam ini sama sekali bukan kewajiban atau keharusan, sehingga sangat fa-kultatif sifatnya. Orang boleh langsung saja memasuki Jam Kerahiman.

Apa yang perlu dilakukan selama Jam Kerahiman? Doa apa saja yang wajib diucapkan?

Dalam pesan-Nya kepada St. Faustina, Yesus tidak menyebut satu doa pun yang wajib diucapkan. Dari sabda-Nya yang tercatat dalam BH # 1320 mudah disimpulkan bahwa Yesus berharap agar setiap orang yang mengadakan Jam Kerahiman berdoa secara spontan sesuai dengan dorongan hatinya pada saat itu. Yesus hanya minta supaya doa spontan itu berupa menyerukan kerahiman-Nya, khususnya bagi para pendosa.

Himbauan Yesus, Serukanlah kerahiman-Ku, sebaiknya diartikan sebagai hal utama yang perlu diperhatikan selama Jam Kerahiman. Kerahiman-Nya dapat diserukan bagi diri sendiri, bagi keluarga, bagi orang tertentu, bagi seluruh dunia. Namun, Yesus dengan amat tegas menyebut para pendosa sebagai sasaran utama seruan itu.

Siapakah para pendosa itu? Bukankah semua manusia sama-sama berdosa?

Benar, semua manusia berdosa sehingga pantas disebut ‘pendosa’. Namun, yang kiranya dimaksudkan oleh Yesus ialah mereka yang bukan hanya melakukan dosa melainkan begitu mencintai dosa sehingga tidak mau menghentikannya. ‘Pendosa’ dalam arti sesungguhnya adalah pencinta dosa, orang yang tidak peduli akan Allah, yang semakin tenggelam dalam perbuatan-perbuatan tercela dan semakin menikmati-nya.

Jadi, salah satu tujuan utama Jam Kerahiman ialah berdoa untuk para pendosa serius...

Tepat. Kebanyakan pendosa serius dibenci orang, tidak mau didoakan, dicaci bahkan dikutuk-kutuki. Jarang sekali ada orang yang memikirkan mereka secara positif. Maka dilihat dari sudut pandang Tuhan, mereka seolah-olah dibiarkan binasa dan masuk neraka. Tuhan yang Maharahim tidak menghendaki seorang pun mati dalam dosa tanpa pengampunan. Maka Ia mohon supaya para pendosa didoakan secara khusus, malah ‘diprioritaskan’. Sebab Ia siap memberi mereka pengampunan seandainya mereka mau bertobat. Dan, mereka kiranya akan bertobat kalau didoakan secara intensif.

Apa lagi yang diminta oleh Yesus agar dilakukan pada Jam Kerahiman?

Setelah bicara tentang menyerukan kerahiman-Nya”, Yesus langsung menambahkan, „Dan biarpun sebentar saja, renungkanlah sengsara-Ku, teristimewa kesendirian-Ku, pada saat Aku menghadapi ajal-Ku”.

Yesus tahu betul bahwa orang yang terbiasa merenungkan sengsara-Nya, akan semakin mengenal hati-Nya yang penuh belas kasihan dan sendiri akan semakin teresapi oleh kemurahan hati. Hanya orang macam inilah peduli akan para pendosa, akan para musuh Yesus, akan mereka yang terancam keselamatannya, sehingga siap mendoakan mereka setiap saat.

Dalam rangka Jam Kerahiman ini Yesus minta supaya secara khusus direnungkan saat ajal-Nya dan kesendirian-Nya. Setelah disalibkan, Yesus ditinggalkan oleh semua orang. Dekat salib-Nya berdirilah sejumlah orang yang malah mengolok-olok Dia dengan keji. Dalam kelompok itu ada tokoh-tokoh agama yang seharusnya memihak Yesus.

Perenungan tentang ajal Yesus pasti sangat bernilai karena Yesus sendiri menganjurkannya kepada para pengikut-Nya.

Berapa lama renungan semacam itu harus diadakan? Dapatkah ditentukan suatu patokan untuk kedua himbauan Yesus, yaitu menyerukan kerahiman-Nya dan merenungkan sengsara-Nya?

Patokan semacam ini jangan diharapkan. Yesus sendiri tidak menentukan lamanya waktu itu. Yang penting ialah melakukan apa yang diminta oleh Yesus dengan sepenuh keterlibatan hati. Lebih baik berdoa ‘sebentar saja’ sebagaimana diminta oleh Yesus daripada memanjatkan doa panjang namun ‘tanpa hati’.

Bolehkah pada Jam Kerahiman diucapkan doa permohonan pribadi yang tidak sepenuhnya berisi seruan akan kerahiman dan bukan pula perenungan sengsara Yesus secara murni?

Tentu, boleh! Yesus sendiri bersabda, ”Pada jam itu tidak akan Kutolak apa pun yang diminta seseorang demi sengsara-Ku”. Yesus bicara tentang permohonan apa saja, asal permohonan itu ditujukan kepada-Nya demi sengsara-Nya. Jadi, doa pribadi itu seharusnya tetap berlatar belakang perenungan tentang sengsara Yesus dan sekaligus dihaturkan ‘demi sengsara Yesus’. Kalau kedua syarat ini terpenuhi, doa itu pasti akan dikabulkan, walaupun belum tentu persis seperti diharapkan oleh orang yang memanjatkannya. Selalu perlu disadari bahwa Tuhan tidak boleh didikte dan tidak perlu diajarkan. Doa yang terbaik ialah, ”Jadilah kehendak-Mu”!

Adakah hal-hal lain lagi yang sebaiknya diperhatikan selama Jam Kerahiman?

Ada! Ketika Yesus berbicara tentang Jam Kerahiman untuk kedua kalinya, Ia minta supaya mereka yang mengadakannya membenamkan diri seluruhnya dalam kerahiman-Nya sambil memuji dan memuliakan-Nya. Himbauan Yesus ini dapat dikaitkan dengan yang diuraikan di atas sehubungan dengan cara ‘membuka’ Jam Kerahiman (menyadari kehadiran Tuhan, mempersiapkan diri akan curahan rah-mat-Nya).

Kalau seseorang ‘membenamkan dirinya seluruhnya’ dalam kerahiman Tuhan, ia tentu saja menyerahkan diri kepada-Nya tanpa syarat. Ia melepaskan apa saja yang dipandangnya sebagai miliknya sendiri, lalu mencelupkannya ke dalam samudera kerahiman Tuhan. Ia menyadari dirinya tidak mempunyai apa pun untuk dibanggakan. Ia memandang seluruh hidupnya sebagai suatu rentetan rahmat dan karunia Allah. Terpesona dan terpikat oleh Allah yang mahabaik, ia mulai memuji dan memuliakan kerahiman-Nya. Dalam puji-pujian itu ia mengikutsertakan Bunda Maria, para kudus, para malaikat dan bersama seluruh alam ia menghadap Allah.

Maka tanpa meminta sesuatu yang khusus, ia yakin pula bahwa Allah yang Maharahim tak mungkin melupakannya. Ia yakin benar bahwa dengan memuji-muji dan memuliakan Allah saja, semua doa dan ujudnya pasti akan dikabulkan, sesuai dengan sabda Yesus sendiri kepada St. Faustina, ”Pada jam itu engkau akan dapat memperoleh apa saja bagi dirimu sendiri dan bagi orang lain. Pada jam itu tercurahlah rahmat bagi segenap dunia.”

Jaminan Yesus ini luar biasa. Kalau seseorang merenungkannya sungguh-sungguh, ia pasti akan sampai kepada niat teguh untuk tidak pernah lupa mengadakan Jam Kerahiman, biar sebentar saja!

Bagaimana dengan doa koronka pada Jam Kerahiman? Bolehkah didaraskan sebagaimana dianjurkan oleh banyak orang?

Perlu disadari bahwa Yesus sendiri tidak pernah minta supaya pada Jam Kerahiman didaraskan Koronka. Mengapa? Barangkali karena Jam Kerahiman adalah waktu yang dikhususkan oleh Ye-sus sebagai waktu untuk berelasi dengan para pengikut-Nya secara langsung.

Koronka sejak awal hingga akhir ditujukan kepada Allah Bapa bukan kepada Yesus Kristus. Koronka berkali-kali dinyatakan oleh Yesus sebagai doa yang sangat ampuh, justru karena dipanjatkan kepada Allah Bapa ”demi sengsara Yesus yang pedih”. Namun, Jam Kerahiman yang sepenuhnya berpusatkan renungan tentang sengsara dan kerahiman Yesus selaku Putra Allah dan sekaligus Manusia, tidak kalah ‘ampuhnya’.

Pada berbagai kesempatan Yesus minta supaya koronka didaraskan kapan saja, sepanjang hari, tetapi Ia tidak pernah memintanya pada Jam Kerahiman, yang boleh dipandang sebagai saat-saat yang amat khusus untuk berelasi dengan-Nya yang bersengsara.

Kalau demikian, berdosakah orang yang pada Jam Kerahiman mendaraskan koronka?

Tidak! Tak ada doa apa pun yang menghasilkan dosa, kecuali doa itu diucapkan untuk menghujat, menghina Allah dan berisi kata-kata kebencian.

Soal ini serupa dengan berdoa rosario pada waktu berlangsungnya misa kudus... Tepatkah doa rosario didaraskan pada waktu misa berlangsung? Tidak tepat! Dosakah orang yang berdoa rosario pada waktu misa? Tidak! Sesuatu yang ‘kurang tepat’, janganlah langsung dicela sebagai ‘dosa’.

Tetapi, nyatanya, banyak orang tetap berdoa Koronka pada Jam Kerahiman. Apa komentar Anda mengenai hal ini?

Banyak orang berdevosi kepada Kerahiman Ilahi, tetapi tidak pernah membaca apa pun tentang devosi ini. Kebanyakan orang diberi gambar disertai doa Koronka lalu diajarkan, ”Ucapkanlah doa ini setiap hari pada pkl. 15.00 dan semua doamu akan dikabulkan. Malah lebih dari itu, Anda akan mengalami mukjizat demi mukjizat!” Karena propaganda semacam ini, Jam Kerahiman dikaitkan dengan koronka, padahal Yesus sendiri bicara tentang Jam Kerahiman dua kali saja (BH # 1320,1572) dan tidak pernah mengaitkannya dengan koronka.

Adakah sebab-sebab lain sehingga begitu banyak orang tetap berdoa koronka pada Jam Kerahiman walaupun mereka mungkin tahu bahwa waktu Jam Kerahiman seharusnya diisi dengan jenis doa lain?

Ada satu sebab yang dapat dipandang sebagai sebab utama mengapa muncul ‘salah praktik’ dalam hal ini. Dalam wahyu pertama tentang Jam Kerahiman, Yesus meminta doa spontan, renungan spontan. Hal yang serupa dilakukan-Nya pada wahyu kedua. Namun, Ia segera menyatakan pula bahwa orang yang mengadakan Jam Kerahiman hendaknya mengadakan Jalan Salib - sejauh hal itu dimungkinkan - atau mampir sebentar ke kapel dan bersujud di hadapan Hati-Nya dalam Sakramen Mahakudus.

Banyak orang jelas-jelas tidak dapat pergi ke kapel pada pkl. 15.00. Lebih-lebih di Indonesia! Semua gereja dan kapel terkunci pada jam itu! Banyak orang menghadapi kesulitan pula untuk mengadakan Jalan Salib. Maka mudah dimaklumi bahwa dicarilah suatu pemecahan... Dicari suatu doa yang singkat dan terkenal. Koronka menjadi pilihan utama. Maka terjadilah... Koronka dipopulerkan sebagai doa Jam Kerahiman. Padahal tidaklah demikian pesan Yesus.

Justru karena kecenderungan umum ini, tidak bijaksanalah juga menyingkirkan sama sekali koronka dari Jam Kerahiman. Para suster di Krakow-Lagiewniki (Polandia), tempat St. Faustina meninggal dunia, mendaras koronka pada akhir Jam Kerahiman, sekitar pkl. 15.15.

Bagaimana dengan Jalan Salib selama Jam Kerahiman?

Nah, ini sebuah doa yang amat sangat cocok sebagai doa Jam Kerahiman. Doa itu mengundang manusia untuk merenungkan sengsara Yesus, dan dengan sendirinya mengajaknya untuk menyerukan kerahiman-Nya bagi para pendosa.


Banyak orang tidak tahu bahwa Jalan Salib boleh diisi dengan doa-doa pribadi, termasuk doa dan renungan amat singkat yang diadakan di rumah sendiri atau di tempat apa saja (termasuk bus). Contoh-contoh Jalan Salib singkat dapat dibaca dalam buku terbitan Kanisius berjudul Devosi kepada Kerahiman Ilahi, ISBN 978-979-21-1908-4, jumlah halaman 126. Jalan Salib dalam buku tersebut dapat dibaca pada halaman 87-99.

Bersamaan dengan meningkatnya paham tentang devosi kepada Kerahiman Ilahi, jumlah orang yang mengisi Jam Kerahiman dengan doa Jalan Salib semakin meningkat pula.

Disadur oleh JN. Wahyudi untuk umat Stasi Santo Gregorius dari: Buku Devosi Kepada Kerahiman Ilahi, tulisan Stefan Leks, Penerbit Kanisius, Nihil Obstat: F. Hartono, SJ, Imprimatur: J. Pujasumarta, Pr., Vikjen.

Lukisan “Yesus, Engkau andalanku” dan Pesta Kerahiman Ilahi


Catatan Suster Faustina:Malam hari, ketika aku dikamar sendiri, aku melihat Tuhan Yesus berpakaian jubah putih. Satu tanganNYA terangkat untuk memberi berkat, sedang tangan yang lain menyentuh dadaNYA. Dari dalam pakaian yang terbuka memancarlah dua sinar besar, yang satu merah dan yang lain pucat. Dalam keheningan aku memandang Tuhan. Jiwaku dipenuhi rasa takut dan sekaligus sukacita yang besar. Sebentar kemudian Yesus berkata kepadaku: Buatlah lukisan menurut gambar yang engkau lihat ini, dengan tulisan dibagian bawahnya: Yesus, Engkau andalanku. Aku menghendaki supaya lukisan itu dihormati pertama-tama di kapelmu, lalu diseluruh dunia. Aku berjanji bahwa orang-orang yang akan menghormati lukisan ini, tidak akan binasa. Aku sendiri akan membela mereka sebagai kemuliaanKU (BCH, No. 47-48)

Peristiwa ini dialami oleh Suster Faustina pada tanggal 22 Februari 1931 di kota Plock.

Setelah Suster Faustina memberitahukannya kepada pastor yang menjadi bapak pengakuaannya, ia diberi jawaban bahwa hal itu menyangkut jiwanya sendiri. Bapak pengakuan berkata kepadanya:”Lukiskanlah gambar ilahi itu dalam jiwamu!”

Namun sehabis pengakuan dosa, Suster Faustina mendengar suara: GambarKU sudah ada dalam jiwamu. Aku menghendaki adanya Pesta Kerahiman. Aku ingin, supaya lukisan yang akan kaubuat dengan kuas itu, diberkati secara meriah pada hari Minggu pertama sesudah Paskah. Inilah hari minggu yang harus menjadi Pesta Kerahiman. Aku menghendaki supaya para imam mewartakan kerahimanKU yang besar itu terhadap jiwa-jiwa berdosa. Para pendosa jangan takut mendekati AKU. DiriKU terbakar oleh nyala-nyala kerahiman dan aku ingin mencurahkannya pada jiwa-jiwa manusia. (BCH, No. 49-50)

Pada kesempatan lain, Yesus memberikan penjelasan lebih rinci mengenai lukisan yang harus diusahan Suster Faustina: Kedua sinar ini menunjukan darah dan air. Sinar pucat menggambarkan air yang mengkuduskan jiwa manusia. Sinar merah menggambarkan darah yang menjadi sumber kehidupan jiwa-jiwa. Kedua sinar itu keluar dari kedalaman kerahimanKU pada saat HatiKU yang sedang menghadapi ajalnya, dibuka oleh tombak di salib. Sinar-sinar itu melindungi jiwa-jiwa terhadap murka Allah. Berbahagialah orang yang hidup dalam naungannya, sebab tangan keadilan Allah tidak akan menjangkaunya.

Lalu Yesus segera menambahkan: Aku menghendaki supaya Minggu pertama sesudah Paskah menjadi Pesta Kerahiman. (BCH, No. 299)

Ditempat lain, dalam Buku Catatan Hariannya, Suster Faustina mencatat kata-kata Yesus berikut ini: PandanganKU pada lukisan ini serupa pada saat Aku disalib. (BCH, No. 362)

Keluhuran lukisan ini bukan dalam keindahan warna ataupun goresan kuas, melainkan dalam kasih karuniaKU. (BCH, No. 313)

Melalui lukisan ini banyak rahmat akan Kuberikan kepada manusia. Lukisan ini hendaknya mengingatkan tuntutan-tuntutanKU. Sebab iman yang paling kuat sekalipun tidak berguna tanpa perbuatan-perbuatan. (BCH, No. 742)

Aku berikan sebuah wadah yang hendaknya mereka bawa untuk menimba rahmat dari sumber kerahiman, wadah itu ialah lukisan bertuliskan: Yesus, Engkaulah andalanku. (BCH, No. 327).

Pada tahun 1938, Suster Faustina mencatat: Aku telah melihat kemuliaan ilahi yang memancar dari lukisan itu. Banyak jiwa menerima rahmat, walaupun mereka tidak membicarakannya dengan lantang. Biarpun nasibnya kurang menentu, namun melalui lukisan ini Allah menerima kemuliaan, sedangkan usaha Iblis dan orang-orang jahat hancur berantakan dan sia-sia belaka. Biarpun Iblis mengamuk, kerahiman ilahi akan berjaya atas seluruh dunia dan akan dihormati oleh semua orang. (BCH, No 1789).

Sehubungan dengan perlu diadakannya Pesta Kerahiman, suster Faustina mencatat kata-kata Yesus berikut ini pula: Mintalah kepada hambaKU (maksudnya bapak pengakuan Suster Faustina), supaya pada hari itu (yaitu minggu pertama setelah Paskah) ia bicara kepada segenap dunia mengenai kerahimanKU, bahwa barang siapa pada hari itu menghampiri Sumber Kehidupan, akan menerima penghapusan segala kesalahan dan hukuman. (BCH, No 300)

PutriKU bicaralah kepada segenap dunia mengenai kerahimanKU yang tak terpahami. Aku menghendaki supaya Pesta Kerahiman menjadi pengungsian dan perlindungan bagi semua jiwa, khususnya bagi para pendosa yang memprihatinkan. Pada hari itu terbukalah kedalaman kerahimanKU. Aku mencurahkan seluruh lautan rahmat pada jiwa-jiwa yang mendekati sumber kerahimanKU. Barangsiapa mengaku dosa dan menerima komuni suci (pada hari itu), akan menerima penghapusan segala kesalahan dan hukuman. Pada hari itu terbukalah semua saluran ilahi yang mengalirkan rahmat. Janganlah seorang pun takut mendekati AKU, biarpun dosa-dosanya semerah kirmizi. KerahimanKU begitu besar, sehingga sepanjang kekekalan akal budi manusia maupun malaikat tidak mampu mendalaminya. Apa saja yang ada, keluar dari kedalaman kerahimanKU. Setiap jiwa dalam relasinya dengan AKU, sepanjang kekekalan akan merenungkan kasih dan kerahimanKU. Pesta Kerahiman Ilahi adalah hasil curahan kedalaman batinKU. Aku menghendaki, supaya pesta ini dirayakan pada hari minggu pertama setelah Paskah. Umat manusia tidak akan menikmati kedamaian, selama tidak mengarahkan diri kepada kerahimanKU. (BCH, No. 699). Barangsiapa mengandalkan kerahimanKU, tidak akan binasa. Sebab semua urusannya adalah urusanKU sendiri. (BCH, No. 723)

Jiwa-jiwa tetap binasa, biarpun AKU telah mengalami sengsara yang pedih. AKU memberi mereka pertolongan terakhir, yaitu Pesta KerahimanKU. Bila mereka tidak menghormati kerahimanKU mereka akan binasa untuk selama-lamanya. Tulislah, bicaralah kepada jiwa-jiwa tentang kerahimanKU yang besar, sebab sudah dekatlah hari yang dahsyat, hari keadilanKU. (BCH, No. 965).

Disadur oleh JN. Wahyudi untuk umat Stasi Santo Gregorius dari: Buku Devosi Kepada Kerahiman Ilahi, tulisan Stefan Leks, Penerbit Kanisius, Nihil Obstat: F. Hartono, SJ, Imprimatur: J. Pujasumarta, Pr., Vikjen.

Keterangan: BCH adalah singkatan dari Buku Catatan Harian Suster Faustina.

Kamis, April 16, 2009

Koronka Kepada Kerahiman Ilahi

Kata koronka adalah sebuah kata dari Bahasa Polandia yang tidak ada padanannya dalam Bahasa Indonesia, kurang lebih berarti sama dengan mahkota kecil yang diletakkan diatas kepala orang yang dicintai secara istimewa atau untaian manik-manik indah yang dikalungkan pada leher sang kekasih.

Koronka kepada kerahiman ilahi adalah untaian doa yang dipersembahkan kepada Tuhan yang diimani sebagai pribadi yang maharahim dan berbelas kasih.

Doa ini diadakan pada rosario biasa, tetapi isi doanya tidak hanya Bapa Kami dan Salam Maria seperti dalam Doa Rosario pada umumnya tetapi sebagai berikut:

Koronka dibuka dengan

- Bapa Kami (1 kali)

- Salam Maria (1 kali)

- Aku Percaya / Syahadat singkat (1 kali)

Pada manik Bapa Kami, diucapkan doa sebagai berikut:

Bapa yang kekal, kupersembahkan kepadaMU Tubuh dan Darah, Jiwa dan ke Allah PuteraMU yang terkasih Tuhan kami Yesus Kristus sebagai pemulihan dosa-dosa kami dan dosa-dosa dunia.

Pada manik Salam Maria (10 x) diucapkan doa sebagai berikut:

Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasihMU kepada kami dan seluruh dunia.

Koronka ditutup dengan doa:

Allah yang Kudus, Kudus dan berkuasa, Kudus dan kekal, kasihanilah kami dan seluruh dunia (3x)


SEJARAH KORONKA

Sejarah koronka dimulai pada tahun 1935 dan diceritakan oleh Suster Faustina sebagai berikut:

Malam hari ketika kau di kamarku, aku melihat Malaikat, pelaksana murka Allah. Ia berpakaian jubah terang dan wajahnya bersinar. Di bawah kakinya ada awan, dari awan itu keluarlah petir-petir, sedang dari tangannya keluarlah kilat-kilat.

Ketika aku melihat tanda murka ilahi yang akan menimpa bumi itu, aku mulai memohon Malaikat supaya ia berhenti sejenak, sebab dunia pasti akan bertobat. Namun permohonanku tidak berarti apa-apa terhadap murka ilahi.

Saat itu aku melihat Allah Tritunggal. Kebesaran kemuliaanNYA menembus aku sedalam-dalamnya dan aku tidak berani mengulangi permohonanku lagi.

Saat itu juga kurasakan dalam jiwaku kekuatan rahmat Yesus yang diam dalam diriku. Setelah menyadari rahmat itu, aku langsung dibawa ke Takhta Ilahi. O, betapa besarnya Tuhan dan Allah kita, betapa tak terpahami kekudusanNYA! Aku tidak akan bersuaha menggambarkan kebesaran itu, sebab tidak lama lagi kita semua akan melihatNYA sebagaimana adanya. Aku mulai memohon Allah seturut kata-kata yang telah kudengar dalam batinku.

Sementara aku berdoa demikian, aku melihat betapa Malaikat itu tidak berdaya dalam melaksanakan hukuman yang layak (menimpa dunia) akibat dosa. Aku belum pernah berdoa dengan kekuatan batin sebesar itu, seperti pada saat itu. Kata-kata yang kutujukan kepada Allah sebagai permohonanku ialah: Bapa yang kekal, kupersembahkan kepadaMU Tubuh dan Darah, Jiwa dan ke Allah PuteraMU yang terkasih Tuhan kami Yesus Kristus sebagai pemulihan dosa-dosa kami dan dosa-dosa dunia.

Hari berikutnya, ketika aku masuk ke kapel, aku mendengar dalam batin kata-kata ini: Setiap kali engkau masuk ke kapel, ucapkanlah segera doa yang kemarin Kuajarkan kepadamu.

Setelah mengucapkan doa itu, aku mendengar dalam batin kata-kata ini: Doa ini dimaksudkan sebagai sarana untuk memadamkan murkaKU. Hendaknya engkau mengucapkannya selama sembilan hari pada rosario biasa dengan cara ini: mula-mula hendaknya engaku mengucapkan satu Bapa Kami, satu Salam Maria dan satu Aku Percaya, lalu pada biji “Bapa Kami” hendaknya engkau berdoa begini: Bapa yang kekal, kupersembahkan kepadaMU Tubuh dan Darah, Jiwa dan ke Allah PuteraMU yang terkasih Tuhan kami Yesus Kristus sebagai pemulihan dosa-dosa kami dan dosa-dosa dunia.

Pada biji “Salam Maria” hendaknya engkau mengucapkan kata-kata berikut ini: Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasihMU kepada kami dan seluruh dunia.

Pada Akhir, hendaknya engkau mengucakan tiga kali kata-kata ini: Allah yang Kudus, Kudus dan berkuasa, Kudus dan kekal, kasihanilah kami dan seluruh dunia. (BCH, No. 474-476)

Sabda Yesus kepada Suster Faustina:

Ucapkanlah koronka yang telah Kuajarkan kepadamu ini setiap hari. Barang siapa mendaraskannya, akan mengalami kerahimanKU yang besar pada saat kematiannya. Para imam hendaknya menganjurkannya kepada para pendosa sebagai pertolongan terakhir (BCH, No. 687)

O, betapa banyak rahmat akan diterima orang yang mengucapkan koronka ini! Hendaknya seluruh dunia mengenal kerahimanKU yang tak terselami. Inilah tanda untuk zaman akhir. Sesudahnya akan tiba hari keadialan. Selama masih ada waktu, manusia hendaknya bergegas kepada sumber kerahimanKU dan memanfaatkan Darah dan Air yang memancar bagi mereka (BCH, No.848).

Ajaklah orang mengucapkan koronka yang telah Kuberikan kepadamu. Kepada mereka yang mendaraskannya, akan kuberikan apa saja yang mereka minta. Hati para pendosa yang paling tegarpun, bila mendaraskannya, akan dipenuhi ketenangan, dan saat kematian mereka akan diliputi bahagia. Tuliskanlah ini bagi jiwa-jiwa yang susah: bila orang menyadari dan memahami betapa beratnya dosa-dosanya bila mata hatinya menangkap jurang kehinaan yang dimasuknya, janganlah putus asa, melainkan dengan penuh percaya menjatuhkan diri kedalam rangkulan kerahimanKU, ibarat seorang anak kedalam rangkulan ibunya. Orang-orang itu mempunya hak utama untuk mengalami HatiKU yang berbelas kasih serta kerahimanKU. Katakanlah bahwa tiada seorangpun yang menyerukan kerahimanKU, pernah dikecewakan ataupun dipermalukan. Secara khusus Kusayangi orang-orang yang mengandalkan kebaikanKU. Tulislah: bila koronkan ini didaraskan dekat orang yang sedang menghadapi ajalnya, AKU akan berdiri diantara Bapa dan orang itu bukan sebagai Hakim yang adil, melainkan sebagai Juru Selamat yang rahim. (BCH, No.1541).

Dengan mengucapkan koronka ini, engkau mendekatkan umat manusia kepadaKU. (BCH, No.929)

Disadur oleh JN. Wahyudi dari: Buku Devosi Kepada Kerahiman Ilahi, tulisan Stefan Leks, Penerbit Kanisius, Nihil Obstat: F. Hartono, SJ, Imprimatur: J. Pujasumarta, Pr., Vikjen.

Keterangan: BCH adalah singkatan dari Buku Catatan Harian Suster Faustina.

Selasa, April 14, 2009

SMS/ SURAT BERANTAI DAN ROTI PADRE PIO

TEROR PSIKOLOGI


1. Banyak umat yang menerima SMS berantai tentang Maria yang berair mata darah. Berita dari daerah Timur tsb diminta untuk diteruskan ke orang2 lain.


2. Banyak surat berantai yang katanya berasal dari Vatikan yang berisi tentang keberuntungan karena telah mengedarkan selebaran tsb. Si penerima diminta menyebarluaskan untuk memperoleh keberuntungan. Barang siapa tidak mengirimkan ke orang lain akan mendapat celaka/mati.

3. Ditemukan lembaran2 doa di Goa Maria, di Gereja, atau tempat lain tentang doa yang tak pernah gagal atau doa2 lain yang yang tidak jelas sumbernya yang berisi janji2 kesuksesan sesaat.

4. Juga ditemukan lembaran2 devosi kepada seorang Kudus yang tak jelas riwayat hidup orang kudus tsb dan sumbernya.

5. Berita2 tentang penampakan entah Bunda Maria atau Yesus di suatu tempat tertentu yang membuat heboh sesaat

6. Yang menghebohkan umat saat ini roti Padre Pio. Umat bingung karena menerima roti yang harus diolah dng cara tertentu dan roti itu dianggap sakti dan membawa mukjijat tertentu.




7. Seluruh SMS/ selebaran roti diatas membuat resah dan bingung umat. Keadaan seperti ini jelas bukan berasal dari Roh yang baik tapi berasal dari Roh Kegelapan, lewat orang2 tertentu.

SIKAP GEREJA

1. Gereja resmi tidak pernah mengeluarkan tentang pernyataan hal2 diatas.

2. Seluruh berita/pernyataan/ ajaran yang berasal dari kepausan di Roma selalu dimuat dalam lembaran resmi ditanda tangani dan cap Kepausan

3. Semua penerbitan selebaran umum,buku dll yang diakui Gereja hanyalah bila ada nihil Obstat dan Imprimatur dari pejabat Gereja.


SIKAP KITA

1. Terhadap SMS/ selebaran berantai, roti diatas bahkan tentang devosi dan ajaran2 liar harus mengikuti ajaran Gereja resmi. Terhadap hal2 diatas Gereja tidak pernah menganjurkan, apalagi mengajarkan. Maka kita perlu memperhatikan dan kita tolak, tanpa harus merasa salah.

2. SMS/ surat berantai, roti diatas merupakan pembodohan Iman umat. Kita harus Waspada!!! Sumber iman kita adalah Kitab Suci dan ajaran Gereja.

Sumber tsb juga bisa untuk menguji setiap masalah diatas

3. Roti yang menyelamatkan hanyalah Roti EKARISTI SUCI . Tidak ada yang lain

4. Ikutlah Devosi yang resmi diakui Gereja, devosi kepada Bunda Maria, Hati Kudus Yesus, Ekaristi Suci, dan Kerahiman Ilahi

Ditulis: Romo M Srijanto SJ - Paroki St Maria Tangerang.

Rabu, April 08, 2009

Mengenal Santa Faustina Kowalska; Rasul Kerahiman Illahi

Bersama ini artikel tentang kisah Santa Faustina Kowalska, Rasul Kerahiman Ilahi sebagai sarana menambah wacana dan wawasan untuk kita umat Katholik, khususnya umat Stasi Santo Gregorius dalam meningkatkan kwalitas Iman kristiani. Semoga bermanfaat.
Sebagai informasi, Romo Kepala Paroki Santa Maria: Romo Maximianus Sriyanto SJ adalah Moderator Kerasulan Kerahiman Ilahi Santa Faustina KAJ. Di Paroki Santa Maria diadakan NOVENA KERAHIMAN ILAHI yang dimulai pada Jum'at Agung (10-4-2009) dan diakhiri pada minggu paskah ke-2.
Salam dalam Kasih Tuhan
JN. Wahyudi



Helena Kowalska dilahirkan di Glogowiec, Polandia pada tanggal 25 Agustus 1905 sebagai anak ketiga dari sepuluh putera-puteri pasangan suami isteri Katolik yang saleh Stanislaw Kowalski dan Marianna Babel. Ayahnya seorang petani merangkap tukang kayu. Keluarga Kowalski, sama seperti penduduk Glogowiec lainnya, hidup miskin dan menderita dalam penjajahan Polandia oleh Rusia.

Helena hanya sempat bersekolah hingga kelas 3 SD saja. Ia seorang anak yang cerdas dan rajin, juga rendah hati dan lemah lembut hingga disukai orang banyak. Sementara menggembalakan sapi, Helena biasa membaca buku; buku kegemarannya adalah riwayat hidup para santa dan santo. Seringkali ia mengumpulkan teman-teman sebayanya dan menjadi `katekis' bagi mereka dengan menceritakan kisah santa dan santo yang dikenalnya. Helena kecil juga suka berdoa. Kerapkali ia bangun tengah malam dan berdoa seorang diri hingga lama sekali. Apabila ibunya menegur, ia akan menjawab, “Malaikat pelindung yang membangunkanku untuk berdoa.”

Ketika usianya 16 tahun, Helena mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga agar dapat meringankan beban ekonomi keluarga. Tetapi, setahun kemudian ia pulang ke rumah untuk minta ijin masuk biara. Mendengar keinginan Helena, ayahnya menanggapi dengan tegas, “Papa tidak punya uang untuk membelikan pakaian dan barang-barang lain yang kau perlukan di biara. Selain itu, Papa masih menanggung hutang!” Puterinya mendesak, “Papa, aku tidak perlu uang. Tuhan Yesus Sendiri yang akan mengusahakan aku masuk biara.” Namun, orangtuanya tetap tidak memberikan persetujuan mereka.

Patuh pada kehendak orangtua, Helena bekerja kembali sebagai pembantu. Ia hidup penuh penyangkalan diri dan matiraga, hingga suatu hari pada bulan Juli 1924 terjadi suatu peristiwa yang menggoncang jiwanya.

“Suatu ketika aku berada di sebuah pesta dansa dengan salah seorang saudariku. Sementara semua orang berpesta-pora, jiwaku tersiksa begitu hebat. Ketika aku mulai berdansa, sekonyong-konyong aku melihat Yesus di sampingku; Yesus menderita sengsara, nyaris telanjang, sekujur tubuh-Nya penuh luka-luka; Ia berkata kepadaku: “Berapa lama lagi Aku akan tahan denganmu dan berapa lama lagi engkau akan mengabaikan-Ku” Saat itu hingar-bingar musik berhenti, orang-orang di sekelilingku lenyap dari penglihatan; hanya ada Yesus dan aku di sana. Aku mengambil tempat duduk di samping saudariku terkasih, berpura-pura sakit kepala guna menutupi apa yang terjadi dalam jiwaku. Beberapa saat kemudian aku menyelinap pergi, meninggalkan saudari dan semua teman-temanku, melangkahkan kaki menuju Katedral St Stanislaus Kostka.

Lampu-lampu sudah mulai dinyalakan; hanya sedikit orang saja ada dalam katedral. Tanpa mempedulikan sekeliling, aku rebah (= prostratio) di hadapan Sakramen Mahakudus dan memohon dengan sangat kepada Tuhan agar berbaik hati membuatku mengerti apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Lalu aku mendengar kata-kata ini: “Segeralah pergi ke Warsawa, engkau akan masuk suatu biara di sana.” Aku bangkit berdiri, pulang ke rumah, membereskan hal-hal yang perlu diselesaikan. Sebisaku, aku menceritakan kepada saudariku apa yang telah terjadi dalam jiwaku. Aku memintanya untuk menyampaikan selamat tinggal kepada orangtua kami, dan lalu, dengan baju yang melekat di tubuh, tanpa barang-barang lainnya, aku tiba di Warsawa,” demikian tulis St Faustina di kemudian hari.

Setelah ditolak di banyak biara, akhirnya Helena tiba di biara Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. Kongregasi ini membaktikan diri pada pelayanan kepada para perempuan yang terlantar secara moral. Sejak awal didirikannya oleh Teresa Rondeau, kongregasi mengaitkan misinya dengan misteri Kerahiman Ilahi dan misteri Santa Perawan Maria Berbelas Kasih.

“Ketika Moeder Superior, yaitu Moeder Jenderal Michael yang sekarang, keluar untuk menemuiku, setelah berbincang sejenak, ia menyuruhku untuk menemui Tuan rumah dan menanyakan apakah Ia mau menerimaku. Seketika aku mengerti bahwa aku diminta menanyakan hal ini kepada Tuhan Yesus. Dengan kegirangan aku menuju kapel dan bertanya kepada Yesus: “Tuan rumah ini, apakah Engkau mau menerimaku? Salah seorang suster menyuruhku untuk menanyakannya kepada-Mu.”

Segera aku mendengar suara ini: “Aku menerimamu; engkau ada dalam Hati-Ku.” Ketika aku kembali dari kapel, Moeder Superior langsung bertanya, “Bagaimana, apakah sang Tuan menerimamu?” Aku menjawab, “Ya.” “Jika Tuan telah menerimamu, maka aku juga akan menerimamu.” Begitulah bagaimana aku diterima dalam biara.”

Namun demikian, Helena masih harus tetap bekerja lebih dari setahun lamanya guna mengumpulkan cukup uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada tahap awal tinggal di biara. Akhirnya pada tanggal 1 Agustus 1925, menjelang ulangtahunnya yang ke-20, Helena diterima dalam Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. “Aku merasa sangat bahagia, seakan-akan aku telah melangkahkan kaki ke dalam kehidupan Firdaus,” kenang St Faustina.

Setelah tinggal di biara, Helena terkejut melihat kehidupan para biarawati yang sibuk sekali hingga kurang berdoa. Karenanya, tiga minggu kemudian Helena bermaksud meninggalkan biara dan pindah ke suatu biara kontemplatif yang menyediakan lebih banyak waktu untuk berdoa. Helena yang bingung dan bimbang rebah dalam doa di kamarnya. “Beberapa saat kemudian suatu terang memenuhi bilikku, dan di atas tirai aku melihat wajah Yesus yang amat menderita. Luka-luka menganga memenuhi WajahNya dan butir-butir besar airmata jatuh menetes ke atas seprei tempat tidurku. Tak paham arti semua ini, aku bertanya kepada Yesus, “Yesus, siapakah gerangan yang telah menyengsarakan-Mu begitu rupa?” Yesus berkata kepadaku: “Engkaulah yang yang akan mengakibatkan sengsara ini pada-Ku jika engkau meninggalkan biara. Ke tempat inilah engkau Ku-panggil dan bukan ke tempat lain; Aku telah menyediakan banyak rahmat bagimu.” Aku mohon pengampunan pada Yesus dan segera mengubah keputusanku.”




Pada tanggal 30 April 1926, Helena menerima jubah biara dan nama baru, yaitu Sr Maria Faustina; di belakang namanya, seijin kongregasi ia menambahkan “dari Sakramen Mahakudus”. Dalam upacara penerimaan jubah, dua kali Sr Faustina tiba-tiba lemas; pertama, ketika menerima jubah; kedua, ketika jubah dikenakan padanya. Dalam Buku Catatan Harian, St Faustina menulis bahwa ia panik sekaligus tidak berdaya karena pada saat itu ia melihat penderitaan yang harus ditanggungnya sebagai seorang biarawati. Dalam biara, tugas yang dipercayakan kepadanya sungguh sederhana, yaitu di dapur, di kebun atau di pintu sebagai penerima tamu. Semuanya dijalankan Sr Faustina dengan penuh kerendahan hati.

Pada tanggal 22 Februari 1931, St Faustina mulai menerima pesan kerahiman ilahi dari Kristus yang harus disebarluaskannya ke seluruh dunia. Kristus memintanya untuk menjadi rasul dan sekretaris Kerahiman Ilahi, menjadi teladan belas kasih kepada sesama, menjadi alat-Nya untuk menegaskan kembali rencana belas kasih Allah bagi dunia. Seluruh hidupnya, sesuai teladan Kristus, akan menjadi suatu kurban - hidup yang diperuntukkan bagi orang lain. Menanggapi permintaan Tuhan Yesus, St Faustina dengan rela mempersembahkan penderitaan pribadinya dalam persatuan dengan-Nya sebagai silih atas dosa-dosa manusia; dalam hidup sehari-hari ia akan menjadi pelaku belas kasih, pembawa sukacita dan damai bagi sesama; dan dengan menulis mengenai kerahiman ilahi, ia mendorong yang lain untuk mengandalkan Yesus dan dengan demikian mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Nya kembali.


Meskipun sadar akan ketidaklayakannya, serta ngeri akan pemikiran harus berusaha menuliskan sesuatu, toh akhirnya, pada tahun 1934, ia mulai menulis buku catatan harian dalam ketaatan pada pembimbing rohaninya, dan juga pada Tuhan Yesus Sendiri. Selama empat tahun ia mencatat wahyu-wahyu ilahi, pengalaman-pengalaman mistik, juga pikiran-pikiran dari lubuk hatinya sendiri, pemahaman serta doa-doanya. Hasilnya adalah suatu buku catatan harian setebal 600 halaman, yang dalam bahasa sederhana mengulang serta menjelaskan kisah kasih Injil Allah bagi umatnya, dan di atas segalanya, menekankan pentingnya kepercayaan pada tindak kasih-Nya dalam segala segi kehidupan kita. Buku itu menunjukkan suatu contoh luar biasa bagaimana menanggapi belas kasih Allah dan mewujud-nyatakannya kepada sesama.

Di kemudian hari, ketika tulisan-tulisan St Faustina diperiksa, para ilmuwan dan juga para teolog terheran-heran bahwa seorang biarawati sederhana dengan pendikan formal yang amat minim dapat menulis begitu jelas serta terperinci; mereka memaklumkan bahwa tulisan St Faustina sepenuhnya benar secara teologis, dan bahwa tulisannya itu setara dengan karya-karya tulis para mistikus besar.

Devosinya yang istimewa kepada Santa Perawan Maria Tak Bercela, kepada Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat memberi St Faustina kekuatan untuk menanggung segala penderitaannya sebagai suatu persembahan kepada Tuhan atas nama Gereja dan mereka yang memiliki kepentingan khusus, teristimewa para pendosa berat dan mereka yang di ambang maut.

St Faustina Kowalska menulis dan menderita diam-diam, hanya pembimbing rohani dan beberapa superior saja yang mengetahui bahwa suatu yang istimewa tengah terjadi dalam hidupnya. Setelah wafat St Faustina, bahkan teman-temannya yang terdekat terperanjat mengetahui betapa besar penderitaan dan betapa dalam pengalaman-pengalaman mistik yang dianugerahkan kepada saudari mereka ini, yang senantiasa penuh sukacita dan bersahaja.

Pesan Kerahiman Ilahi yang diterima St Faustina sekarang telah tersebar luas ke segenap penjuru dunia; dan buku catatan hariannya, “Kerahiman Ilahi Dalam Jiwaku” menjadi buku pegangan bagi Devosi Kerahiman Ilahi. St Faustina sendiri tak akan terkejut mengenai hal ini, sebab telah dikatakan kepadanya bahwa pesan kerahiman ilahi akan tersebar luas melalui tulisan-tulisan tangannya demi keselamatan jiwa-jiwa.

Dalam suatu pernyataan nubuat yang ditulisnya, St Faustina memaklumkan: “Aku merasa yakin bahwa misiku tidak akan berakhir sesudah kematianku, melainkan akan dimulai. Wahai jiwa-jiwa yang bimbang, aku akan menyingkapkan bagi kalian selubung surga guna meyakinkan kalian akan kebajikan Allah” (Buku Catatan Harian, 281)

St Maria Faustina Kowalska dari Sakramen Mahakudus, rasul kerahiman ilahi, wafat pada tanggal 5 Oktober 1938 di Krakow dalam usia 33 tahun karena penyakit TBC yang dideritanya. Jenasahnya mula-mula dimakamkan di pekuburan biara, lalu dipindahkan ke sebuah kapel yang dibangun khusus di biara. Pada tahun 1967, dengan dekrit Kardinal Karol Wojtyla, Uskup Agung Krakow, kapel tersebut dijadikan sanctuarium reliqui Abdi Allah Sr Faustina Kowalska. Pada Pesta Kerahiman Ilahi tanggal 18 April 1993, Sr Faustina dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II dan pada Pesta Kerahiman Ilahi tanggal 30 April 2000 dikanonisasi oleh paus yang sama. Pesta St Faustina dirayakan setiap tanggal 5 Oktober.


Sumber: 1. “The Divine Mercy Message and Devotion” by Fr Seraphim Michalenko, MIC and Vinny Flynn; published by the Archdiocesan Divine Mercy Devotion, Singapore; 2. “The Divine Mercy in My Soul” by St Faustina Kowalska; 3. “Riwayat Hidup Santa Faustina” oleh Stefan Leks; penerbit Kanisius 2004; 4. “Rasul Kerahiman Ilahi (Devosi kepada Kerahiman Ilahi)” oleh P. Ceslaus Osiecki, SVD, "Kemah Tabor", Pos Mataloko 86461 - Flores; 5. tambahan dari berbagai sumber

disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya